“Ta, ada yang mau Ari omongin,” kata Nino. Aku langsung menoleh ke arah Ari yang duduk di samping aku. “Eh, gila lo, No!” balas Ari langsung. Nino mengisyaratkan Ari dengan gerakan kepalanya supaya Ari mau memberitahu apa yang disembunyikannya pada aku. Tapi Ari menolak. “Ya udah gw yang ngomong. Maaf ya, Ta. Gw cuma mau nyampein,” kata Nino lagi dengan nada yang lebih berat dari sebelumnya. Sebenernya ada apa sih ini? Kok aku jadi takut gini ya? Nino berdeham kecil. “Jadi gini, Ari sebenernya udah ngelakuin kesalahan. Mmm.. kesalahan yang besar.” Setiap kata yang diucapkan Nino semakin membuat kecepatan detak jantung aku bertambah. “Beberapa waktu yang lalu, Ari lagi di taman, dan singkat cerita ia ketemu cewek dan kenalan sama cewek itu. Dia ngobrol sampai malem dan mau nganterin cewek itu pulang ke rumahnya. Namun, waktu perjalanan pulang di mobil, cewek itu ngegodain Ari. Dan.. sorry ya, Ta, gw mesti bilang ke lo kalo mereka lepas kendali.” Aku terdiam. Mencerna kata-kata yang baru saja aku dengar. Ari yang duduk di sampingku terus memegangi tangan aku dengan lembut seperti biasanya. Namun ada yang aneh hari ini. Aku sama sekali tidak merasakan kenyamanan yang biasanya. Apa karena cerita yang barusan aku dengar? “Ta, lo nggak apa-apa? Sorry gw harus ngomong itu ke lo,” kata Nino dengan rasa bersalah. Aku hanya memandang wajah Nino yang ada di depan aku dengan pandangan yang semakin kabur. Ya, kesadaranku hilang. *** “Parah banget, Ta! Masa lo sampe pingsan gitu dikerjainnya!?” Suara nyaring Putri suskses menembus gendang telingaku. “Iya, mereka jahat banget tau! Gw udah shock berat dengernya, sampe pingsan, dan ternyata itu bohongan!” balasku. “Lo tau dari mana dia bohong?” tanya Putri mulai menginterogasi. “Ari bilang tadinya mau pura-pura sampe anniv kita seminggu lagi, tapi ternyata hari pertama gw langsung pingsan, jadi langsung dibatalin deh,” kataku menjelaskan. “Gw rasa ada yang aneh loh. Lo mesti hati-hati sama Ari, Ta. Beneran deh! Soalnya disebut bercanda juga udah nggak wajar, Ta!” kata Putri mengomentari. “Dari dulu kali lo udah bilang terus-terusan ke gw buat hati-hati sama Ari, tapi nggak ada apa-apa kan sampe lebih dari 19 bulan ini gw sama dia pacaran.” Putri mengangguk ragu. “Tapi jujur ya, Ta, sebagai sahabat lo sampe sekarang gw masih kurang setuju lo pacaran sama cowok tipe Ari gitu. Playboy! Orang tua lo juga nggak setuju kan kayak gw?” balas Putri lagi. “Iya deh iya, gw bakal hati-hati kok ngadepin dia.” *** Malem minggu ini tugas banyak banget. Bukannya malem mingguan kayak pasangan lain, aku malah terdampar di kamar berduaan sama laptop. Harus di-email sekarang lagi tugasnya ke guru botak itu. Dengan sangat malas, aku pun mengaktifkan modem di laptop dan segera sign in untuk cepat-cepat mengirimkan tugas yang udah aku kerjakan. Dan ketika aku sedang mengecek inbox, aku tertarik melihat ada email masuk dari Facebook. Aku langsung teringat akun FB aku yang hilang begitu saja beberapa bulan yang lalu. Memang sih, aku agak cuek di dunia maya dan membiarkan hal itu terjadi begitu saja tanpa mempermasalahkannya. Karena penasaran, aku baca email dari FB itu dan dikatakan bahwa akun FB aku sudah diambil alih oleh email milik Ari. Aku sedikit terkejut dengan fakta itu, tapi aku nggak mau berpikiran macem-macem. Lewat beberapa proses, aku mengambil alih kembali akun FB milikku dan mengaktifkannya. Setelah bernostalgia dengan FB milikku, aku penasaran melihat perkembangan FB milik Ari. Dan aku lebih terkejut lagi saat melihat deretan percakapan Ari di wallnya dengan seorang cewek bernama Dian, dengan berbagai panggilan sayang! Aku langsung menangis. Kaget dengan kenyataan yang aku dapati. “Halo, Ari?” sapaku lewat telepon. “Iya, ada apa sayang?” balasnya. “Aku baru bisa buka lagi FB aku, dan aku liat-liat FB kamu,” kataku sambil berusaha keras menahan tangis. Namun seberapa keras pun aku mencoba menahannya, air mataku tetap menetes, dan tidak tertahankan lagi aku menangis dengan telepon tetap tersambung. Ari hanya diam. Mungkin kaget juga dengan kenyataan yang aku ungkapkan barusan. Kaget karena hubungan gelapnya terbongkar. “Tata, maafin aku ya,” kata Ari pelan. “Aku salah apa sama kamu, Ri?” tanya aku heran. “Nggak, kamu nggak salah apa-apa sama aku. Kamu udah terlalu baik sama aku, kamu udah mau tetep pacaran sama aku walopun banyak yang nolak aku. Bulan kemarin, kamu bangga kenalin aku di acara sweet seventeen kamu ke semua orang, kamu suapin aku first cake kamu, aku seneng jadi pacar kamu, Ta. Kamu udah perhatian banget, aku juga masih inget waktu kamu jagain aku setiap hari sampe malem waktu aku dirawat, kamu baik banget. Aku sayang sama kamu, sayang banget sama kamu! Tapi kamu terlalu baik, aku nggak pantes buat kamu.” Kata-kata Ari terasa menusuk di hati aku. Itu membuat kenangan-kenangan yang udah selama ini aku jalani sama Ari kembali terulang dalam sekejap. Dan itu membuat aku menyangkali kenyataan di depan mata aku ini. “Kamu sama Dian, ada apa sebenernya?” tanyaku sambil terisak. Ari terdiam sejenak. “Aku sama Dian.. pacaran. Seperti yang kamu liat sendiri di FB aku, dan itu udah berjalan hampir 3 bulan yang lalu. Maaf,” jelas Ari. Dan itu terasa seperti tamparan keras! Semakin nyata. Semakin tidak bisa disangkali lagi. “Tata,” panggil Ari pelan. Aku sudah tidak bisa lagi berkata apa-apa sama sekali. Tangisan aku terlalu hebat untuk mampu menjawab panggilan Ari. “Tata, maafin aku ya. Mungkin hubungan kita sampai di sini aja. Kita putus ya...” Tangisanku berhenti sekejap. Keadaan menjadi sangat sunyi, dan beberapa saat kemudian terdengar nada sambungan yang terputus. Aku menelungkupkan tanganku di atas meja belajar, dan kembali menangis sejadi-jadinya. *** Banyak kejadian yang terjadi setelah hubungan kami putus. Mulai dari hubungan aku dengan sahabatku yang kembali saling terbuka, sampai terjadinya keretakan dalam pertemanan di kelas kami. Memang, sangat sulit mengakui kenyataan kalo Ari bukan lagi siapa-siapa. Apalagi saat dia lebih memilih Dian daripada aku, dan beberapa cewek setelahnya yang ia pacari setelah putus dari aku. Saat ini, kalo kamu yang merasa sebagai Ari membaca cerita ini, aku cuma mau bilang kalo selama ini bodohnya aku masih terus berharap hubungan kita bisa kembali lagi. Tapi dengan segala apa yang telah kamu perbuat sampai saat ini, membuat aku semakin yakin kalo kamu memang bukan yang terbaik buat aku. Sekarang, udah lebih dari setahun sejak hubungan kita berakhir. Aku berterima kasih sama kamu atas kejadian ini yang membuat aku terus belajar dalam hidup. Aku maafin kamu. Dan aku berharap jangan ada lagi perempuan yang bernasib seperti aku dalam hidup kamu. ***

READMORE

Braakkk!!!! Aku memukul meja karena kesal. Berbekal muka kusut dan bibir cemberut berhasil membuat mama berdecak melihatku. “kenapa kok mukanya kaya di tekuk gitu?” Tanya mama dengan lembut. Ku balas dengan masuk ke kamar tanpa menghiraukan pertanyaan mama. Mama hanya menggelengkan kepalanya. Mungkin heran dengan tingkah laku anak pertamanya ini yang pulang dari sekolah membawa suasana badmood. “uuh! Kenapa sih harus kaya gini ceritanya!! Aku selalu dapat masalah setiap aku menginginkan sesuatu. Termasuk menyukainya!!! Argh!” gurutuku kesal. Aku mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang mempunyai nasib sial. Ya, setiap ada yang perhatian ke aku, aku selalu membiarkannya sampai 1 minggu, jika tetap perhatian, kesimpulan sememtaraku adalah dia suka kepadaku. Setidaknya simpatik padaku. Tetapi, setelah 1 bulan ku rasa perhatiannya semakin sering menimpaku. Yang di status facebook sering kaya bales-balesan, sering sindir-sindiran, dsb. Jadi, statusku sama si-doi nyambung kalo digabungin. Jelas dan ketara banget. Tapi aku gak GR dulu. Dan selama 3 bulan begitu mulu. Lama-lama hatiku ke bawa juga. Yang semulanya gak suka dan nganggep temen biasa, eh, malah suka. Dan yang lebih parahnya lagi, ternyata temen yang sering curhat sama aku juga suka sama si-doi. Gila!!! *Aku harus gimana ni?* kata yang selalu ku ucapkan ketika temenku akan mengawali curhatannya. Padahal, temen yang suka sama si-doi gak cuma satu. Dan kebanyakan yang curhat sama aku. Ya Tuhan, kenapa engkau memberi hamba cobaan berat seperti ini. Aku meletakkan tasku dan membuang badanku ke kasur untuk merebahan diri sembari berfikir. *Kenapa aku dulu terjebak di hatinya!!* batinku. Tok tok tok “masuk” ujarku. Krreeeekk! “sayang, makan dulu yuk! Kamu belum makan siang, mama sudah siapin makaman kesukaan kamu” ajak mama dengan nada lembut. “nggak ah ma” meniarapkan tubuhku di kasur dan menyembunyikan kepalaku di bawah bantal. “aku ngantuk! Aku tidur dulu ya ma…” “ya sudah, jangan lupa pakai selimutnya” saran mama. Aku hanya mangut-mangut membalasnya. Aku tak mau tidur. Aku sebenarnya tak bisa tidur. Aku tak bisa melupakan dia. Aku hanya beralasan kepada mama seperti itu karena aku tak ingin melakukan apapun kecuali satu. Berfikir. Tar! Jedyaaaaarrrrrr!! Suara halilintar membangunkan lamunanku. Aku terkejut dan menutup telingaku. Aku ambil selimutku dan ku tutupi seluruh badanku dengan selimut. Tapi setelah aku sadar. Aku bangun dari tempat tidurku. Mangambil baju baby doll-ku dan bergegas menuju ke kamar mandi. Hujan tidak menaklukkan-ku untuk tidak segera mandi. “Sudah bangun sayang? Kok cepet bangun? Biasanya lama kalau tidur?” ujar mama ketika melihatku keluar dari kamar. “aku nggak bisa tidur ma. Panas!” jawabku sambil berlalu. Mungkin sebagian anak menganggapku kurang ajar dan durhaka kepada orang tua karna tidak menjawab pertanyaan orang tua dengan sikap yang baik tetapi sambil berjalan begitu saja. Hari ini cuaca begitu panas. Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat akan dia. Si-doi pernah duduk berdapingan denganku saat aku menunggu jemputan. Teman si-doi berdiri di sampingnya. Mereka mengobrol layaknya ibu-ibu yang sedang arisan. Topiknya berbeda dan ribet menurutku. Ternyata 3 menit kemudian, jemputanku datang. Ah, senangnya! Aku dapat terbebas darinya. Tapi ternyata, setelah aku naik, si-doi masih tetap memperhatikan aku sampai di ujung jalan. Dan bodohnya aku, aku juga memperhatikannya. Duh! Aku memukul jidatku sendiri dengan telapak tanganku setelah meletakkan baju di kamar mandi karna memikirkan peristiwa itu. Ternyata aku tak dapat melupakannya. Suara tetesan showerku mengiringi suara derasnya hujan. *ternyata sudah hujan, akhirnya suhu kembali dingin lagi* batinku. Keluar dari kamar mandi, aku bergegas masuk ke kamar. Melewati mama yang sedang membaca majalah kesukaannya. Tetapi aku berhenti di tengah jalan. Terlintas di benakku untuk mencurahkan isi hatiku kepada mama. Aku membalikkan badan dan menghampiri mama. “ada apa? Kok tumben duduk di sebelahnya mama?” tanya mama terheran-heran. Aku diam. Berfikir mencari dan menyusun kata-kata untuk memberi tahu mama semuanya. “lho? Kenapa diam?” Tanya mama sekali lagi. “em, apa jangan-jangan ada masalah di sekolahmu sampai kamu mau cerita sama mama tapi dak berani? Ada apa sayang?” ujar mama sambil menutup majalahnya dan mengalihkan perhatiannya kepadaku. “eumm, mah. Mama waktu suka sama papa mulai kapan?” tanyaku perlahan. Mama hanya tersenyum. Sepertinya mama mengerti mengapa aku datang mendekati mama. “anak mama mulai suka sama orang lain ya?” Aku mangut-mangut dengan perlahan. Aku malu mengatakannya pada mama. Tidak ada yang tahu perasaanku. “nggak papa kamu suka sama lawan jenis. Itu wajar. Mama memakluminya” Mama seperti meneguhkan hatiku. Aku mulai memberanikan diri bercerita pada mama tentang semuanya. Mama mendengarkannya dan sesekali tersenyum karena senang. Entah apa yang ada di hati mama, aku tak tahu. Akhirnya, aku selesai bercerita pada mama. Mama diam sejenak, lalu berkata “Sayang, menyukai lawan jenis itu wajar. Tetapi jangan kamu terjebak di dalamnya. Banyak orang yang mengenal hal itu hingga mereka terjebak sendiri di dalam lingkaran kelam itu. Sebenarnya cinta itu suci, murni dan penuh kasih sayang. Tapi, cinta bisa jadi bumerang kita untuk menuju kematian” Aku mengerutkan dahi. Kata-kata mama mulai tidak ku mengerti, tetapi sungguh sulit ku ungkapkan. *kenapa bisa di ujung kematian?* tanyaku dalam hati. Sepertinya mama tahu maksud expresi yang tak berbentuk ini. “cinta itu bisa membutakan banyak orang. Sehingga kebanyakan orang tidak mau menggunakan logikanya untuk berfikir tentang cinta. Bila mereka patah hati, mereka bisa melakukan hal yang fatal untuk menyalurkan kekecewaannya. Jangan sampai hal itu terjadi padamu nak” Aku mulai faham. Mama menasehatiku agar aku tak terjebak dalam lubang cinta. “mengagumilah sewajarnya. Jangan berlebihan. Mama tidak melarang kamu. Tapi sebaiknya kamu fikirkan dulu baik-baik bagaimana dengan masa depan kamu” mama munutup nasehatnya dengan mengelus pelan rambutku dan meninggalkanku sendiri termenung. Aku mulai berfikir tentang hal itu. Dan aku mulai sedikit melupakan dia. Meskipun dia masih ada di hatiku. Aku mendengar kabar bahwa dia sedang menjalin hubungan lain dengan seorang gadis. Aku tak menangis maupun patah hati. Ketika berita burung itu datang dan menyebar, aku tahu suatu saat akan menjadi benar berita itu. Aku tahu dari awal. “hehf “ aku tersenyum kecil sambil menghebuskan nafas. Aku sudah tahu. Jangan pertahankan cinta ketika cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan. Karna nasehat mama, aku tahu segalanya. Entah sekarang berita burung itu benar atau salah. Hanya dia dan gadis itu yang tahu. Senyuman kecil menghiasi wajahku.

READMORE